Gagal Move On

Thursday, April 20, 2017
Dua puluh hari sudah aku berada di kota ini. Meski dengan suasana baru, sejujurnya aku masih belum bisa move on dari hari-hariku sebelumnya di kota yang jauh disana itu.

***
Tiap pagi sebelum berangkat kerja, segelas teh hangat sudah tersedia di atas meja makan. Suasana dari gang menuju kantor, jalanannya, pedagang kanan kiri jalan, aku masih mengingatnya. Memasuki area kantor, ku sapa para Pak Satpam yang berjaga. Terkadang ku cek juga, apakah ada Mbak Pudji yang sedang menunggu tumpangan. 

Menuju kantor Sparepart, ku bunyikan klakson ke Pak Satpam, tanda menyapa. Ku sapa pula Bapak-bapak berseragam hijau yang bertugas menjaga kebersihan. Kemarin aku belum sempat berpamitan dengannya karena memang hanya di pagi hari aku bisa bertemu dengannya.

Sampai di Sparepart, aku berhenti depan lobi untuk absen, dan kemudian menuju parkiran. 

Dari parkiran, aku masuk melalui pintu kantin. Jika sedang ingin makan mie, aku mencari Pak Yatno sambil teriak,” Pak Yatnoooooo... mau emiiee.” 

“Iya, ga pake saos. Pake cabe aja.” Jawab Pak Yatno yang sudah hapal dengan pesananku.

Jika sedang tidak pengen sarapan, aku langsung ke atas. Melewati lobi, biasanya ada Pak Rohiman yang sedang membaca koran. “Pagi, Pak Roh!” ku sapa dia. Pak Rohiman tanpa memperhatikanku hanya menjawab “Oi”.

Aku menaiki tangga menuju lantai dua. Masuk ke ruangan, yang ku lihat pertama biasanya Pak Sugeng. “Mia Toeng.” Sapa Pak Sugeng ga jelas.

Ku tengok ke arah kanan, biasanya juga sudah ada Pak Hendro.

Berjalan menuju ke mejaku, biasanya sudah ada Mas Eka. “Morning talk.” Sapaku dan disambut senyum Mas Eka. Maju ke depan, sudah ada Adek Enggar di mejanya, “Pagi Mbak Mia.”

Sampai di mejaku, ku nyalakan komputer dan mengambil air dari dispenser. Komputer menyala, aku langsung membuka aplikasi; Ms. Outlook, SAP, dan Mozilla Firefox.

Sambil menunggu bel berbunyi, aku bermain HP, entah buka Instagram, Facebook, atau memberi makan ayam dan sapi di HayDay.

Setengah delapan bel berbunyi, di belakang terdengar suara Mbak Pudji menyapa, “Adddeeeeeeeeekkkkkkk!” dan penuh semangat ku jawab, “Emmmbaaaaaaaaaaaaakkkkk!”
Hahahaha. Aku merindukan itu.

Di belakang Mbak Pudji, ada Mbak Anie yang mengucapkan salam, “Assalamualaikum!”

Selanjutnya kami semua berkumpul untuk melakukan morning talk yang biasanya hanya diisi dengan doa yang dipimpin oleh Pak Rahmat.

Kembali ke tempat masing-masing, aku mengerjakan tugas harianku, update web stock dan update plafond. Setelah itu semua selesai, aku beranjak ke meja Mbak Pudji, sekedar ngobrol atau minta makanan. Jika ada makanan, semua orang akan terpusat kesana dan berceloteh sana sini. Waktu bercanda telah tiba.

Agak siangan, biasanya ada Mas Eka yang akan berbagi ceritanya yang cerdas. Semua orang tak habis pikir dengan kecerdasannya.

“My freeeeeendddd”, jika diseberang sana terdengar panggilan tersebut, maka ada Mas Andi yang menyapa Mas Adit, tanda untuk berbagi rokok.

“Mi, ada nabati nggak?” ini pasti Mas Sonta lagi butuh asupan makanan.

Saat ashar tiba, biasanya aku mengajak Pak Rahmat untuk sholat. Dan rombongan sholat Ashar pun terbentuk, ada Mas Rully dan Mbak Wari. Ikut pula Pak Avil dan Mas Luthfi jika sedang tidak sibuk.

Bel pulang tiba, aku masuk dalam barisan yang pulang cepat. Biasanya aku turun bersama Mbak Pudji dan berpisah di ruangan Bu Ida.

Sesampainya di rumah, aku disapa Kenshin (cucu ibu kos) yang sudah mulai lancar bicara, “Iaaaa... tante Iaaaaa....” panggilnya saat pintu kamar ku tutup. Dia mengajak nonton kereta panjang.

***

Aaaahhh.... semua kenangan itu masih membekas di ingatanku meski sudah hampir sebulan aku pindah. Aku yang gagal move on menandakan bahwa kalian semua memang berarti untukku dan aku merindukan semua itu.

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.