Jalan Hidup

Friday, September 29, 2017
Kemarin aku mendapatkan paketan dari temanku yang ada di Bekasi. Namun, aku baru bisa membukanya sore hari, saat sampai di rumah.
"Wih, dapet apa lagi ini?" tanya ibuku penasaran.
"Oleh-oleh dari Intan. Dia habis dari Vietnam." kataku.
"Acara apa?"
"Kerja, kan kantornya ada cabang disana, nah kebetulan lagi ada kerjaan."
"Kowe kepengen ho'oh? Mesakke ..... (kamu ingin juga? kasihan) bla... bla... bla... bla... " ibuku baper seakan merasa bersalah pernah egois menginginkan anak-anaknya dekat dengannya.
"Yaudah sih Buk, lagian kalau masih di Jakarta belum tentu juga aku bakal dikirim ke luar negeri." kataku sedikit kesal karena ke-baper-an ibukku. Aku tak suka dikasihani.

Oleh-oleh dari Vietnam
Setiap orang memiliki jalan hidup masing-masing, termasuk bagaimana mereka mendapatkan rejeki, jodoh, anak, dan juga kematian. Semua sudah diatur, tapi bukan berarti kita cukup diam ditempat. 

Kita berjalan lurus ke depan dan berharap akan tetap lurus sampai tujuan kita tercapai. Tetapi, di tengah jalan, ada hal yang memaksa kita untuk berbelok ke kanan, ternyata disana sudah tersedia rejeki kita. Kita kembali meluruskan langkah, tapi tiba-tiba ingin belok kiri dan kita menemukan jodoh disana. Kita kembali lurus, tapi ada saja yang membuat kita berhenti, belok kanan kiri, dan sebagainya. Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Itulah takdir Ilahi. 

Jalan hidup seseorang berbeda-beda. Ada yang umur 17 tahun sudah menikah, ada juga yang hingga kepala tiga masih melajang. Ada yang setelah menikah, langsung hamil. Tapi ada yang 10 tahun pernikahan tak kunjung mempunyai anak. Dan soal rejeki, temanku bisa menginjakkan kaki di luar negeri untuk urusan kerjaannya, sementara aku justru malah ngolong di bawah meja.


Lantas, apa?
Yaudah, mari kita nikmati jalan hidup kita masing-masing dan bersyukur atas apa yang sudah kita peroleh selama ini. Tak perlu panas hati atas kehidupan orang lain. Iri yang berujung pada kekufuran nikmat dan hidup menjadi gelisah karena belum bisa menyamai orang lain.

Tak perlu juga mengomentari orang lain atas kehidupan yang sedang ia jalani. Tak usah sibuk menyuruh orang untuk segera menikah, bilang kalau jodoh harus dikejar, dan segala macam perkataan senada. Tak usah tanya 'kok belum isi?', menasehati agar tak perlu menunda kehamilan, dan segala macam perkataan sebangsanya. Tak usah juga memaksakan keinginanmu pada orang lain, tanya kenapa malah pindah kerja disini? bilang kerjaan disana lebih enak dan gaji juga lebih besar dan sebagainya dan sebagainya. Wis dadi lelakon, jika saat ini kita belum menikah, belum punya anak, kerjaan gaji kecil, belum bisa beli rumah, tak bisa traveling kayak orang-orang, tak mampu makan enak, dan seterusnya. Kalau Tuhan belum berkehendak, bisa apa?

***

Tulisan ini ku buat untuk mengingatkan diriku sendiri dan juga untuk terus membukakan mataku bahwa jalan hidupku tak sama dengan jalan hidup orang lain, tak perlu meratapi nasib dengan membanding-bandingkan dengan kehidupan orang lain. Semoga aku (dan kita semua) diberikan kekuatan untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang didapatkan saat ini.

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.