Menjahit : Teman Kursus

Wednesday, August 30, 2017
Aku mengambil kursus menjahit di LKP Fenti Purworejo. Ada 2 kelas yang disediakan, Kelas Pagi (09.00 - 12.00 WIB) dan Kelas Siang (13.00 - 16.00 WIB). Seminggu masuk empat kali sesuai dengan hari yang sudah ditetapkan, yaitu Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat. Kebanyakan orang yang kursus disini mengambil Kelas Pagi. Sementara aku, karena aku bekerja, aku ikut Kelas Siang, itu pun mulainya dari jam 14.00 WIB. Jadilah Kelas Siang ini terasa sepi, hanya segelintir orang.

Ada Mbak Yuni. Aku bertemu dia baru tiga kali, selebihnya beliau tidak masuk, mungkin karena anaknya tidak ada yang momong.

Ada Anida, yang dulu satu SMA denganku. Awal ketemu di tempat kursus, kami cuma bisa saling membatin 'kayak pernah liat orang ini'. Secara dulu juga cuma sebatas tahu, kadang ketemu di angkot, dan selebihnya jarang berinteraksi. Nah, selama aku kursus, aku baru bertemu dengannya 2 kali.


Kedua orang tersebut memang sudah ikut kursus, jauh sebelum aku bergabung. Jadi, kalaupun tidak datang, mereka sudah punya dasar pengetahuan menjahit, dan mungkin berangkat kursus hanya tinggal praktek yang bisa mereka kerjakan dirumah.

Selanjutnya ada Ibu Dyah. Beliau termasuk murid baru, sama sepertiku. Tapi aku baru 2 kali bertemu dengannya. Entah mungkin sedang sibuk atau apa, aku kurang tahu.

Dan yang terakhir, yang paling rajin, Tiwi, best partner banget lah dia.

Hari dimana aku mendaftar kursus adalah hari pertama Tiwi kursus. Jadi kami sama-sama baru. Bedanya, dia mengambil Program Satu Tahun, yang mungkin akan selesai dalam waktu 6 bulan karena dia mengikuti Kelas Pagi dan Kelas Siang.

Tiwi ini setipe denganku. Ketika belum kenal, dia kelihatan pendiam dan pemalu. Namun, ketika sudah kenal dan merasa cocok, muncullah sisi lain yang berbeda dari yang biasa ia perlihatkan ke orang lain.

Mungkin karena setiap kursus ketemunya cuma Tiwi, jadi aku merasa dekat dan akrab dengan dia. Padahal kalau dilihat dari usia, kami terpaut jauh.

Tiwi ini berusia 16 tahun, lulusan SMP. Entah kenapa dia tak ada niat melanjutkan sekolah ke jenjang SMA dan kalau ingin bekerja, usianya belum mencukupi, oleh ibunya disuruh ikut kursus menjahit dan harus ngekos karena rumahnya cukup jauh dari tempat kursus.

Di tengah-tengah jam kursus, saat pengajar meninggalkan ruangan, aku sering bertanya tentang keluarga dan kehidupannya. Bagaimana kondisi kosan, makan gimana, pulang berapa minggu sekali, dan sebagainya.

Kadang, tanpa ditanya, dia cerita, hari ini ada kejadian apa, biasanya di rumah begini, begitu. Aku kadang kesulitan mencerna ceritanya karena bahasanya yang ngapak. Duh, padahal ya sama-sama Purworejo, tapi logatnya berbeda, mungkin karena dia tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan Kebumen.

Jadi, aku kadang ketawa saat dia sedang bercerita. Bukan karena ceritanya yang lucu, tapi karena cara bicaranya, belum lagi kalau ada istilah yang beda. Dia kadang suka kesal sendiri karena aku nggak mudeng dia cerita apa. Haha.

Biasanya obrolan kami tak jauh-jauh dari kegiatan jahit-menjahit.
"Wi, ini kok mesin jahitnya nggak muter ya?"
"Mbak, ini kemarin jahit resletingnya gimana?"

Aku sih yang sering banyak mengeluh. "Wiii, rok ku kok nggak jadi-jadi ya? Aku lelah."
"Wiii, masak disuruh ndedel, padahal udah capek-capek jahit. Huhuhu."

Dia biasanya mengeluh tanpa mengungkapkan apa yang dikeluhkannya. Jadi cuma terdengar "hiiiiihhhh......pengen nangis rasanya, haaa-aaaaaahhh....."

Kalau sudah sama-sama lelah seperti itu, ya kami hanya bisa berkata,"sabaaaarrrrrrr" dilanjutkan dengan guyonan garing namun justru bisa bikin ketawa ngakak karena saking garingnya.
"ben ora sepaneng!" kata Tiwi.

Kalau tidak ada Tiwi, mungkin aku akan kesepian karena tak ada yang bisa diajak bercanda. ^.^
Betah betah ya Wii~

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.