Gn. Gede The Series - Bermalam II

Saturday, January 07, 2017
<< Cerita sebelumnya

"Kalau pas turun, kakinya jangan nahan. Lemesin aja. Ngerem pake tangan, pegangan ranting-ranting pohon." Entah kapan dia masuk ke barisan kami, tetiba Bang Irul memberikan petuahnya. "Tongkatnya buang aja itu." katanya padaku yang masih memegang tongkat sejak berangkat dari Surya Kencana.

Aku tidak mematuhi sarannya hingga aku bertemu pada turunan yang tidak memungkinkan aku memegang tongkat. Yasudahlah.

"Bang, kalau turun sampai Cibodas kira-kira berapa jam?"
"Normalnya sih 4 - 5 jam."

Aku mulai berhitung. Jika tadi dari puncak pukul 16.00 WIB, maka paling cepat sampai Cibodas pukul 20.00 WIB. Perjalanan Cibodas - Jakarta membutuhkan waktu 4 jam, berarti sampai rumah Bule pukul 24.00 WIB. Selanjutnya Jakarta - Bekasi memakan waktu 1 jam, sampai rumah berarti pukul 01.00 WIB di tanggal 28 Desember. Wow.

"Nanti kita istirahat dulu ya di Kandang Badak. Habis maghrib nanti kita lanjut jalan. Bahaya kalau magrib-magrib tetap jalan." kata Bang Irul.

Baiklah, kami nikmati perjalanan turun kali ini. Langkah kami lebih cepat dibandingkan waktu naik. Namun, perjalanan kami sedikit melambat saat tiba di Tanjakan Setan.

Konon katanya, tanjakan ini merupakan tanjakan yang fenomenal dan paling menantang jika melewati jalur Cibodas. Kemiringannya 75 derajat lebih. Untuk melaluinya, ada tali yang mengikat kencang, meski tanpa pengaman. Jika tak ingin melewati tanjakan setan, ada jalan alternatif namun sedikit lebih jauh.

Akan tetapi, bukan aku namanya jika tidak tertarik dengan hal-hal seperti ini. Aku justru merasa tertantang dan berpikiran bahwa aku bisa melaluinya. 
tanjakan setan
Yang pertama kali melewati tanjakan itu adalah Banjar, disusul kemudian Anggun, selanjutnya aku. Meski sedikit lama dan tangan terasa panas karena memegang tali tanpa sarung tangan, akhirnya aku bisa sampa di dasar tanjakan. 

Giliran selanjutnya adalah Acil. Meski dengan kaki keseleo, dia tetap memilih jalur tersebut. Dengan dibantu Bang Rusdi, Acil berhasil turun dengan selamat, disusul pula dengan Bang Irul. Kami melanjutkan perjalanan.

Kami tiba di Kandang Badak sekitar pukul 17.30 WIB. Disana ada banyak sekali yang mendirikan tenda. Ada pula kamar mandi yang bisa digunakan. Air bersih pun selalu mengalir. Kami mencari tempat untuk istirahat sembari menunggu semua anggota berkumpul.

Hari semakin gelap. Kami membuat bivak (tenda sederhana yang digunakan sebagai tempat peristirahatan sementara saat mendaki gunung) dan mengeluarkan alat memasak. Saat itu aku mulai berpikir 'rasa-rasanya bakal nambah hari nih disini'.

Dan benar saja, ketika semua anggota terkumpul, kami ditanya bagaimana baiknya. 'Apakah akan tetap melanjutkan perjalanan atau menambah semalam disini?'

Aku dan Anggun sebenarnya agak berat berkata 'iya'. Namun, melihat kondisi yang ada, kami pun lebih memilih untuk menambah hari. Kami tak ingin mengambil resiko berjalan di kegelapan malam dengan penerangan seadanya.

Berbeda dengan Bang Otnay yang besok harus mengejar kereta ke Semarang. Dengan ditemani Banjar, mereka berdua akan turun gunung malam itu juga.

Kami pun mulai memasak. Menu kami malam ini; nasi, tempe goreng tepung, sayur oseng-oseng kacang+tauge+sedikit bayam. Kali ini para cewek berperan aktif dalam memasak meski Bang Irul tetap memegang kendali. Sementara itu Bule dan Rusdi mendirikan tenda.

Makanan siap. Melihat prosesi memasaknya, rasanya tak akan selera untuk menyantapnya. Namun, berhubung lapar, makanan itu terasa nikmat. Apalagi saat dimakan bersama-sama. Bermodal jampi-jampi "min kuman kamin, kuman-kuman jadi vitamin", maka tak perlu lagi mempertanyakan kebersihan makanan itu. 

Selesai makan, kami langsung menuju tenda. Kali ini kami hanya mendirikan 2 tenda, masing-masing 4 orang. Cewek-cewek langsung terlelap di bawah sleeping bag, sementara para pria harus membersihkan piring-piring dan peralatan memasak yang sudah digunakan.

28 Desember 2016
Pagi hari kami bermalas-malasan untuk bangun. Pukul 07.00 WIB kami masih mengerjapkan mata, tak ingin beranjak. Tapi berhubung kopi susu sudah disediakan kami pun tak bisa menolak.

Perbekalan kami masih cukup untuk pagi ini. Kami akan menghabiskan bahan-bahan yang ada. Hari ini kami memasak; agar-agar/puding, nasi, ikan asin, tahu bakso, dan sayur oseng-oseng kacang. Kali ini cewek-cewek tak banyak membantu. Hanya saja kami mendapat jatah 'cuci piring'.

Setelah semua kenyang, saatnya beberes. Dan seperti biasa, daripada para wanita kedinginan karena hanya memperhatikan para pria membongkar tenda, mereka mempersilahkan kami untuk berfoto-foto ria.
bergaya dulu
Kebanyakan yang mendirikan tenda di Kandang Badak adalah mereka melakukan pendakian gunung via Cibodas. Dari sini kita bisa memilih akan naik ke Puncak Gunung Gede atau Puncak Gunung Pangrango. Percabangan itu ada di Kandang Badak sini. Oia, disini ada juga yang jual gorengan dan minuman hangat lhoo.
Kandang Badak
Selesai berfoto, kami kembali ke tenda. Rupanya mereka sedang mengeluarkan barang-barang dari tenda, belum membongkarnya. Menurutku mereka adalah rombongan yang santai, tidak ada target turun jam berapa, sampai Jakarta jam berapa. Mungkin karena tidak bergantung pada kendaraan umum. Toh pulang sewaktu-waktu ada motor kan?! Selain itu mungkin mereka memang sedang liburan, sementara itu aku dan Anggun adalah pekerja kantoran yang belum mengajukan cuti sebelumnya. Aku kurang tahu latar belakang kehidupan masing-masing dari mereka.
bongkar tenda
Lagi-lagi kami baru selesai beberes dan siap turun pada pukul 13.00 WIB. Aku kembali menghitung waktu. Kali ini bersama Anggun. Kami sepakat tidak akan menambah hari lagi. Kalaupun mereka akan menambah hari, aku dan Anggun akan mencari kendaraan umum untuk kembali ke Jakarta.

Kira-kira sampai Cibodas jam berapa?

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.