Cinta Pertama-ku #2

Saturday, May 11, 2013
Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kelima.

Aku tidak suka membaca. Novel, komik, teenlit. Mungkin yang suka ku baca adalah buku-buku cetak tebal yang dipenuhi angka dan rumus, macam Fisika, Kimia, dan Matematika. Namun, itu dulu saat aku masih SMA.

Sebenarnya aku heran mengapa aku tak suka membaca. Padahal perpustakaan SMA ku menyediakan ruang referensi yang selain berisi buku-buku referensi, ada pula novel dan banyak teenlit. Novel di perpustakaan itu begitu update. Ada novel baru yang sedang booming di pasaran, langsung dibeli untuk menambah referensi perpustakaan. Para siswa-siswi saling berebut untuk membacanya hingga terkadang belum sempat aku memegangnya, novel itu sudah rusak. Ayat-Ayat Cinta, misalnya. Siapa yang tak tahu novel karangan Habiburrahman el Shirazy itu? Apalagi setelah novel itu difilmkan. Dan, FYI, aku baru 'memegang' buku itu setelah menonton filmnya. Hanya memegang, tidak membaca.

Entah apa yang membuatku tak berselera membaca. Mungkin karena aku orang yang mudah bosan. Novel bertebal 3-5 cm dengan cerita yang tak kunjung selesai. Oleh karena itu, biasanya aku hanya melihat covernya, membuka-buka isi bukunya, dan mengembalikan dengan rapi ke rak. Padahal, jika aku lihat kawanku, beberapa kali ku pergoki dia mengeluarmasukkan novel dan teenlit dari dan ke ruang referensi yang notabene buku-buku di ruangan itu tidak boleh dipinjam dan dibawa pulang. Hanya bisa dibaca di tempat, demikian peraturan perpustakaan.

Melihat temanku yang kecanduan membaca, aku pun memutuskan untuk belajar 'suka' membaca. Aku membeli sebuah novel. Saat itu aku sedang jalan ke Yogyakarta dan iseng mampir ke toko buku.

"eh, ini kan novel yang kemarin di-promo-in penulisnya di TV. Beli ah novelnya, kayaknya seru."

Dan terbelilah novel yang pertama ku beli. Marmut Merah Jambu-Raditya Dika.

Tak pernah menyesal membeli novel itu. Sayangnya, novel itu belum bisa menghipnotisku untuk menjadi gemar membaca. Hingga aku meninggalkan masa SMA dan memasuki jaman perkuliahan. Disini aku punya teman yang hobi dan 'doyan' membaca. Tak hanya novel, komik dia juga lahap. Dia seringkali bercerita tentang buku-buku yang pernah ia baca. Dan aku, aku hanya bisa mengiyakan. Suatu hari temanku ini membeli dua buah novel, Cinta di Dalam Gelas-Andrea Hirata dan Bumi Cinta- Habiburrahman el Shirazy.

Iseng aku pinjam salah satunya. Cinta dalam Gelas. Meski tidak terlalu excited tapi aku bisa menyelasaikan satu novel full. Selanjutnya di musim liburan, aku meminjam Bumi Cinta, dan lagi-lagi aku sukses menyelesaikan novel itu hingga akhir. Kecepatan membacaku pun meningkat. Aku bisa menyelesaikan Bumi Cinta kurang dari seminggu. Rekor yang hebat bagi aku yang tak suka membaca.

Suatu ketika temanku mendapat rekomendasi dari temannya untuk membeli novel-novel Tere Liye. Tere Liye? Siapakah itu? Penulis wanita kah? Atau ...?

Aku pun hanya mengiyakan ketika dia akan membeli novel Tere Liye. Novel yang dibelinya 'Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin'. Sebuah judul yang indah. Akankah isi novel tersebut seindah judulnya?

Setelah temanku selesai membaca, aku segera meminjamnya. Kata demi kata ku baca. Kalimat demi kalimat meracuni otakku. Selesai membaca, aku menyatakan Cinta Pertama ku pada seorang penulis, ku tujukan kepada Tere Liye yang ku kagumi karena karya-karyanya. Menurutku, kalimat yang disampaikan sederhana tapi indah. Mudah dipahami namun tidak biasa. (Mungkin) kebanyakan novel menggunakan rangkaian kalimat indah yang justru membuat para pembaca (aku) tidak memahami maksudnya. Namun, Tere Liye mampu membuatku jatuh cinta. 'Aku dalam cerita' seolah-olah aku yang merasakan. Di samping itu, Tere Liye juga sangat bersahaja. Ia tak pernah menampilkan profilnya dalam buku karangannya.

Temanku ternyata juga menyukai Tere Liye dan dia memutuskan untuk mengkoleksi semua novel Tere Liye. Aku pun turun tangan, memberikan sumbang sih berupa tawaran untuk bergantian membeli novel Tere Liye. Jika buku yang ini dia beli, maka buku itu yang aku beli.

Novel Tere Liye yang pertama ku beli adalah 'Rembulan Tenggelam di Wajahmu'. Dan... I am really excited with this book. Buku itu jadi buku favoritku. Apalagi buku itu memiliki kenangan tersendiri.

Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari novel-novel Tere Liye. Tentang kesederhanaan hidup, sikap menghadapi setiap permasalahan, dan juga tentang cinta. Lengkap terangkum indah dalam karya-karya hebatnya. Kini satu per satu, novel Tere Liye mulai difilmkan. Hafalan Shalat Delisa, Bidadari-Bidadari Surga, dan yang akan segera tayang Moga Bunda Disayang Alloh.

Aku semakin cinta dengan Tere Liye. Apalagi setelah tahu dia seorang pria. Mengapa? Karena ia begitu mendalami dalam setiap tokoh Aku. Aku sebagai seorang pria. Aku sebagai seorang wanita. Aku sebagai seorang anak kecil. Dan meski tidak jadi Aku, dia mampu menyampaikan alur cerita dengan baik. Latar tempat pun mampu ia deskripsikan dengan baik meski ia belum pernah mengunjunginya. Di Aceh, Kalimantan, Lombok, dan tempat-tempat lain.

Menurutku Tere Liye itu penulis yang keren. Dia mampu menulis novel dengan genre apapun. Tidak berbau satu genre saja, namun luas. Itulah yang membuatku selalu menunggu karyanya, siapakah yang akan menjadi tokoh di novel selanjutnya? Bagaimana ceritanya? Dimanakah latar tempat yang akan dipilih? Kini aku suka membaca (novel), walau masih terbatas pada karya-karya Tere Liye, namun aku selalu belajar untuk suka membaca buku-buku yang lain.

Berikut novel-novel Tere Liye yang sukses mengambil hatiku untuk terus menantikan karya terbarunya.
Anak-anak: Eliana, Pukat, Burlian, Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Alloh
Fantasi: Kisah Sang Penandai
Percintaan: Aku, Kau, dan Sepucuk Angpau Merah, Sunset Bersama Rosie
Kumpulan Cerpen: Berjuta Rasanya, Sepotong Hati yang Baru

Semua buku-buku itu sudah selesai ku baca, termasuk Ayahku (Bukan) Pembohong, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, dan Bidadari-Bidadari Surga. Dan novel yang menurutku keren adalah Negeri Para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk. Kedua novel itu mampu menghadirkan emosi saat membacanya. Dua jempol untuk Om Tere Liye ^^

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.