Benci. Siapa?

Thursday, February 28, 2013
Semua orang memiliki kesukaan dan ketidaksukaan untuk hal-hal tertentu. Ada yang suka buah salak, ada yang suka sayur bayam. Namun, disisi lain ada yang benci setengah mati dengan buah salak dan ada yang perutnya sama sekali tidak bisa kemasukan bayam. Begitu pula untuk hal-hal yang lainnya. Seorang siswa sangat menyukai sekali mata pelajaran Matematika, Fisika, dan Kimia. Di lain pihak, ada yang sampai dibela-belain pulang malam karena ikut les Matematika.

Orang-orang ada yang sangat hobi sekali menyanyi, padahal di seberang sana ada orang-orang yang hanya diam diri karena (mungkin) suaranya 'terlalu bagus' untuk bernyanyi. Seperti halnya saat ini, (mungkin) teman kamu saat ini tengah bercucuran air mata menonton serial drama korea, padahal saat ini kamu tengah tertawa guling-guling sambil menikmati kocaknya anime. Semua orang memang memiliki selera masing-masing dalam menyukai hal-hal tertentu dan membenci hal-hal tertentu.

Baiklah, saat ini aku ingin membicarakan orang-orang yang ku benci. Ups, bukan benci, hanya saja kurang suka dengan perangainya. Ya. Ya. Ya. Semua orang pasti setuju jika karakter itu bawaan dari lahir dan akan sangat sulit sekali untuk diubah sehingga bukan salah mereka jika mereka kebetulan mendapat 'jatah' sifat yang kurang baik. Akan tetapi, semua kan ada tingkatannya. Kalau tingkatannya sudah dalam level 'kebangeten', tak jadi masalah bukan jika orang-orang di sekitarnya meninggalkannya.

Berikut daftar orang-orang yang ku maksud:

1. Lain ucap, lain perbuatan
Apa maksudnya? Dia adalah orang-orang yang bertindak tidak sesuai dengan apa yang diucapkan. Bisa jadi dia seorang pembohong, bisa jadi dia orang yang tidak menepati janjinya. Namun, dalam prakteknya, mungkin ada kejadian yang lebih menjengkelkan dari sekedar berbohong atau ingkar janji. Mungkin cerita singkat ini bisa menggambarkannya:

Suatu hari di kelas 9B, Tono tengah duduk dengan asyiknya menanti bel masuk berbunyi. Sementara itu, Tini dan Tari baru saja tiba di ruang kelas.
Tono: "Tin, lu udah ngerjain PR Matik belum?"
Tini: "Belum Ton, tapi baru 5 soal. Susah!"
Tono: "Lu gimana Tar?"
Tari: "Aku juga belum."
Tono: "Ah, payah ni kalian. Kayak gue dong, udah selesai!"
Dan setelah pelajaran Matematika dan PR sudah dikoreksi, Tono mendapat nilai 7, Tini 4, dan Tari 9. Tono yang mengerjakan 10 nomer salah 3. Tini mengerjakan 5 nomer salah  1 dan Tari mengerjakan 9 nomer benar semua.

Apa pendapat kalian? Mungkin biasa-biasa saja, namun, aku benar-benar tak suka pada Tari. Di saat Tini menjawab belum mengerjakan PR, Tari juga ikut menjawab belum mengerjakan. Padahal, tanpa disangka dia sudah mengerjakan 90% dari tugasnya. Kenapa dia tak menjawab, "Udah, tapi belum semua. Kurang 1 soal lagi!" Mungkin maksud Tari menjawab belum adalah untuk membesarkan hati Tini bahwasanya bukan hanya dia saja yang belum mengerjakan, tapi Tari juga belum.
Itu adalah contoh kecilnya, contoh yang lebih besar banyak.

2. Mempermalukan
Bagaimana aku harus mendeskripsikan sosok yang satu ini? Hmmm... begini. Tidak semua orang bisa mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Ide, pendapat, saran, cerita, semua ada di dalam benak, namun tidak bisa dengan mudah tuk diungkap. Ketika orang ini mau berbagi cerita dengan orang lain, maka orang lain tersebut dianggap spesial dan bisa 'mempergunakan' apa yang orang itu sampaikan. Nah, yang paling menyebalkan adalah saat si orang lain tadi tidak bisa 'menggunakan'nya.
Mungkin penjelasan lewat contoh akan jauh lebih mudah.

Aula: "Na."
Ana: "Hmm... Kenapa?"
Aula: "Malu banget gue kemarin."
Ana: "Kenapa emang?" #nada datar
Aula: "Kemarin gue ke supermarket, ngga liat ada peringatan 'lantai licin', gue kepleset deh."
Ana: "Terus?" #sambil main HP
Aula: "Iya, gue malu banget. Apalagi disana ada Andra dan Andra ngeliatin gue." *Andra=gebetan Aula.
Ana: "Ckckckc."
Keesokan harinya, saat Ana dan Aula ngumpul bersama teman-temannya, saat seru-serunya ngobrol, Andra datang.
Ana: "Eh, kemarin Aula kepleset di supermarket." #heboh
Ana: "Katanya ada elu Ndra?"
Ana: "Hahaha.. konyol banget si Aula. Hahaha."
Aula: -_________-

Bagaimana perasaanmu sebagai Aula? Biasa aja? Ckckck. Ketika Aula cerita ke Ana, Ana menanggapi biasa saja. Ketika Ana bersama Aula dan teman-teman yang lainnya, Ana dengan hebohnya menceritakan kejadian yang dialami Aula.
Itu adalah contoh kecilnya, contoh yang lebih besar banyak.

3. Memojokkan
Memojokkan disini bukan dalam arti sesungguhnya. Atau tak seharusnya aku menggunakan kata 'memojokkan' untuk sebuah kata yang memiliki makna 'menyalahkan'. Aku tak menyukai orang dengan sifat mudah menyalahkan orang lain. Apalagi kalau asal menyalahkan pada hal-hal yang belum tentu salah. Mengapa aku menggunakan kata 'memojokkan'? Karena biasanya orang yang selalu menyalahkan akan terkesan memojokkan orang lain dan membuat orang lain tersebut serasa menjadi orang paling salah sedunia. Berikut ilustrasinya:

Indah: "Rin, lu kan kemarin pinjem uang. Hmm...".
Irina: "Oia, gue lupa. Elu sih ngga ngingetin."
Indah: "Lha ini baru mau ngingetin."
Irina: "Ihh.. parah banget ngga ngingetin!"
Indah: --"
Irina: "PARAH!!"

4. Pelit
Tahu kan apa arti pelit? Orang yang terlalu perhitungan dan hanya memikirkan keperluan diri sendiri. Yang penting kenyang, yang penting senang. Yang membuat ku tak suka karena orang pelit itu kesannya kurang bersyukur. Punya uang sedikit, pelit. Punya uang banyak, apalagi. Padahal rejeki itu sudah ada yang ngatur. Tak perlu merasa kekurangan, kurang ini, kurang itu. Setelah tadi bermain dengan contoh-contoh kecil, maka berikut contoh besarnya.

Sebuah keluarga dengan seorang ayah yang bekerja sebagai nelayan dan ibu yang bekerja sebagai penjahit. Kebetulan saat itu, ikan sedang sepi sehingga penghasilan sang ayah sangat sedikit. Sementara itu, sang ibu sedang kebanjiran job. Jahitannya disukai banyak orang sehingga penghasilan ibu meningkat. Kejadian itu terjadi selama beberapa tahun. Sang ayah yang merasa penghasilannya lebih kecil merasa kecil hati hingga ia melupakan kewajibannya sebagai kepala keluarga. Ia berpikir sang ibu bisa menghidupi keluarga dan anak-anaknya sehingga ia merasa 'tak perlu' lagi menafkahi keluarganya. Dan karena rasa kecil hati tersebut, uang ayah dihabiskan sendiri, bahkan tidak untuk anak-anaknya. Ketika sang anak meminta ini itu, ayah hanya bilang tidak punya uang.

Bagaimana? Mungkin terkesan tidak nyambung. Tapi ini perluasan dari sifat pelit. Jika sang ayah tidak pelit, maka penghasilan yang ia dapatkan bisa untuk membahagiakan anak-anak (bahkan istrinya) dengan memberikan kejutan-kejutan kecil bagi mereka, seperti mengajak ke Pasar Malam, dan lain sebagainya.

Mungkin itulah 4 orang yang tidak ku sukai. Hal ini berlaku jika tingkat/levelnya sudah 'kelewatan/kebangetan'. Jika masih standar, maka tak ada alasan untuk membenci mereka. Bukankah kita semua memiliki sisi menyenangkan dan sisi menyebalkan? Sama halnya denganku. Mungkin banyak dari sifatku yang begitu 'mengganggu' orang-orang yang ada di sekitarku. Oleh karena itu, marilah kita SALING MEMAAFKAN yaaa.... Tak ada kata terlambat untuk minta maaf :)

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.