Ayahku (Bukan) Pembohong - Tere Liye

Thursday, November 17, 2011
Kisah ini menceritakan kehidupan seorang anak laki-laki yang bernama Dam. Dam memiliki ayah yang dikenal orang-orang sebagai sosok yang sederhana dan selalu jujur, seorang lulusan master terbaik dari sekolah hukum terbaik di Eropa yang alih-alih memilih jadi hakim agung atau pejabat tinggi, malah memutuskan untuk menjalani hidupnya sebagai pegawai golongan menengah. Itulah mengapa sejak kecil Dam juga dididik dengan hidup sederhana.

Ayah Dam adalah seorang petualang ketika muda dulu. Dia sering sekali menceritakan kisah-kisah petualangannya ke Dam. Bagi Dam yang sejak kecil tak pernah dimanjakan dengan hadiah-hadiah, kisah-kisah ayahnya menjadi salah satu hal terbaik yang bisa ia dapatkan.

Suku Penguasa Angin–Lembah Bukhara–Kisah Si Nomor Sepuluh–Kisah Si Raja Tidur–Danau Para Sufi! Ayah Dam sungguh seorang pengkisah yang hebat. Dam sering menjadikan kisah-kisah ayahnya sebagai motivasi dalam memaknai hidupnya. Namun semuanya itu tiba-tiba berubah menjadi bumerang ketika Dam mulai meragukan cerita ayahnya–Dia merasa ayahnya tidak lebih dari seorang pendongeng selama ini.

Ayah Dam pernah mengatakan bahwa dia tidak berbohong dengan semua kisah yang ia ceritakan. Dam tentu saja tidak percaya. Dam mulai berpikir jika ayahnya menjadikan kisah-kisahnya sebagai pelarian atas hidupnya yang sederhana, hanya menjadikan Dam sebagai pelarian hidupnya dengan imajinasi petualangan hebat. Dam merasa dibohongi. Belum lagi Dam merasa kecewa dengan tindakan ayahnya yang menyembunyikan penyakit ibu Dam yang sebenarnya, lalu menyangkut pautkannya dengan dongeng-dongeng anehnya. Dam sungguh membenci ayahnya. Dia juga menyalahkan ayahnya atas kematian ibunya.

Kebencian Dam ke ayahnya belum hilang bahkan setelah Dam menikah, bahkan ketika dia harus tinggal seatap kembali dengan ayahnya. Dam malah mengusir ayahnya di suatu malam karena sang ayah tidak ingin mengakui kisah-kisah yang dia ceritakan selama ini hanya bohong belaka.

Kisah Ayahku (Bukan) Pembohong sungguh menggugah, terutama di halaman-halaman terakhir. Satu hal yang mungkin perlu digarisbawahi di kisah ini adalah bahwa kepercayaan tak selamanya bisa dinilai dengan logika.

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.