Sesuai kebiasaanku: berkhayal sebelum tidur

Tuesday, November 02, 2010
HANYA SEBUAH ILUSI

Hari begitu terik. Matahari pun telah meninggi sepenggalah. Ketika burung tak lagi berkicau dengan renyahnya, suasana digantikan oleh teriakan anak-anak XI IPA 1 yang baru saja menghabiskan 2 jam pelajaran untuk bidang matematika. Bel istirahat baru saja berdenting, namun, Fanny, Fierly, dan Fonny buru-buru meninggalkan kelasnya untuk segera mengisi kekosongan perutnya dengan menjejakkan kaki ke arah yang tepat. Kantin. Sesaat Bu Femita, guru matematika mereka keluar dari kelas, mereka sudah tak sabar menyuarakan keinginan mereka di depan ibu kantin. Dengan semangat ‘45 Fanny yang memiliki suara tinggi memesan makanan yang menjadi pesanan harian mereka.

“Bu, mi goreng 3, bu!” teriak Fanny di tengah kerumunan anak-anak yang memiliki tujuan yang sama.

“Iya, iya....!” Bu Fatty, ibu kantin, terlihat begitu kerepotan.

“Fan, lihat Fan! Itu!” Fierly yang berdiri di belakang Fanny menghentikan teriakan Fanny. Ia menunjuk ke arah pasangan cowok-cewek yang menuju kantin di sebelah kantin Bu Fatty.


“Apaan sih Fier, pesanan kita dah mau jadi nih!” Fanny menyodorkan mi goreng ke Fierly dan Fonny. Mereka pun menuju ke meja yang kosong untuk menyantap pesanan mereka. “Loe tadi Fiat siapa sih!” tanya Fanny sambil mengunyah mi dalam mulutnya.

“Heh, siapa lagi kalau bukan Framly dan Feni?” kata Fonny yang tadi juga melihat mereka.

“Katanya loe mau rebut Framly dari Feni. Mana buktinya Fan? Mereka masih terlihat mesra tuh?” ejek Fierly.

“Tenang, udah ada kemajuan kok! Semalam gue SMS-an ma Framly.” Fanny angkat bicara.

Sudah sekitar 7 bulan Framly memacari Feni. Dan itulah yang membuat Fanny, Fierly, dan Fonny membenci Feni, walaupun mereka sekelas. Framly yang begitu sempurna membuat Feni begitu sombong dan merasa sok kecantikan di depan teman-temannya. Fanny pun tak segan-segan ingin merebut Framly dari Feni karena ia memang jatuh hati padanya. Saat Fanny bercerita kalau ia SMS-an dengan Framly memang tak sepenuhnya bohong besar. Hanya saja terlalu berlebihan karena pada kenyataannya Framly hanya SMS sekali ke Fanny. Itupun hanya menayakan jadwal kegiatan PMR minggu ini. Sebagai ketua PMR, Fanny memang selalu tahu kapan kegiatan PMR yang jadwalnya selalu berubah-ubah menyesuaikan pembinanya. Sebelumnya Fanny tidak tahu ada cowok semanis Framly di sekolahnya. Namun, dari kegiatan PMR itu, Fanny mengenal sosok Framly. Mereka memang tidak sekelas, tapi dengan rajinnya Framly mengikuti latihan PMR, sudah cukup bagi Fanny untuk mengenal kepribadian Framly. Dan ia pun akan senang hati ketika Framly menyatakan cintanya untuk Fanny. Namun, itu semua hanya sebuah ilusi karena sekarang Framly adalah milik Feni seutuhnya. Itulah yang sering dikatakan Feni. Dan itu juga yang membuat Fanny memutar otaknya untuk mencari cara agar Framly berpaling kepadanya.

%%%

“Fan, gimana perkembangannya?” kata Fierly penasaran setelah seminggu yang lalu Fanny menceritakan sebuah kemajuan dengan SMS-an.

“Iya Fan, gimana?” Fonny menambahi.

“Kata Framly, pulang sekolah nanti ia mau mutusin Feni.” Kata Fanny penuh senyum puas.

“Oh, ya. Bagus deh kalau gitu.”

Sepulang sekolah Fierly dan Fonny pun menunggu adegan yang mengharukan itu. Dan benar, seusai bel pulang berbunyi, Framly datang ke kelas XI IPA 1. Tentu saja untuk menemui Feni. Muka Framly memang terlihat begitu marah, kesal, dan tak bersemangat. Tak khayal Fierly dan Fonny ingin segera melihat wajah Feni yang kecentilan berubah menjadi wajah yang memelas penuh air mata. Namun, Fanny yang masih berada di dalam kelas segera menarik tangan kedua sahabatnya itu. Ia tak mengijinkan mereka menonton adegan itu. Akhirnya mereka pulang dengan penuh rasa kesal pada Fanny.

Keesokan harinya Fierly, Fonny, dan Fanny mendapati keadaan yang mereka harapkan selama ini. Feni masuk sekolah dengan wajah yang ditekuk. Tak terlihat kesombongan yang selama ini menyelimuti dirinya. Matanya sembab. Mukanya tak secantik biasanya. Bahkan cowok-cowok pun tak ada yang melirik ke arahnya. Kasihan.

“Loe kasih pelet apaan ke Framly, Fan?” tanya Fonny ke Fanny yang sedang mengemut lolipop.

“Apaan sih! Gue nggak maen dukun kali. Musyrik tau!”

“Oh, syukur deh, loe masih pake cara yang sehat.”

“Terus, kapan dong loe jadian sama Framly?” kali ini giliran Fierly yang bertanya.

“Sabar kenapa? Kalau gue jadian dalam waktu dekat ini, gue dikira jadi orang ketiga donk!” Fanny mengeluarkan lolipop dari mulutnya. “Ya, walau kenyataannya emang kayak gitu, gue nggak mau dicap sebagai cewek pengganggu.”

“Hemp, bener juga ya! Ya udah lah Fan, pokoknya jangan lupa pajak jadiannya kalau loe emang udah jadian sama Framly.

“Siiippp!”

%%%

Malam ini Fanny tak bisa tidur. Ia teringat kejadian siang tadi, waktu kegiatan PMR. Kegiatannya memang tak begitu istimewa, hanya saja saat pulang dari kegiatan itu, ia dihentikan oleh Framly yang merasa kesakitan.

“Fanny, tunggu! Jangan pulang dulu.” Teriak Framly sambil memegang dadanya.

“Kamu kenapa Framly?” kata Fanny panik.

“Aku sakit. Sakit banget.” Framly masih memegang dadanya. Semakin erat, menandakan semakin sakit yang dirasakan Framly.

“Kamu sakit apa?”

“Aku sakit kalau nggak ada kamu!” Framly memegang tangan Fanny dan terlihat begitu sehat. “Aku mau kamu jadi dokter cinta aku!” mata Framly bersinar menatap dalam mata Fanny.

“Apa itu artinya.....?” Fanny sengaja memutus kalimatnya.

“Aku sayang kamu. Dan aku ingin kamu jadi pacar aku. Kamu mau kan?”

“He’em.” Fanny mengangguk tanda setuju.

^^^

“Oh, so sweet!” teriak Fonny dan Fierly seusai Fanny menceritakan kejadian siang itu.

“Wahw, padahal baru seminggu putus sama Feni, eh sekarang udah sama Fanny!” kata Fierly.

“Iyah, top banget pelet yang kamu pakai? Cari dukun dimana sih?” goda Fonny.

“Iihh, udah dibilangin nggak pake dukun kok!” kata Fanny sebal.

“Bercanda kali, Fan. Gitu aja marah.” Kata Fonny menyesali perkataannya barusan.

“Oiya, Fan. Kapan makan-makannya?”

“Sabar ya, teman-temanku sayang. Lagi nggak punya duit nih! Besok awal bulan aja ya?”

“Huuu....”

%%%

Hari Kamis. Seperti biasa bidadari pendamping Fanny, Fierly dan Fonny, menunggu Fanny dengan harap-harap cemas. Sudah jam segini tak menampakkan tanda-tanda kedatangan Fanny. Mereka justru dikejutkan oleh penampakan di luar dugaan mereka. Feni berangkat sekolah dengan membonceng Framly yang seharusnya sudah menjadi mantan Feni. Seharusnya pula Framly memboncengkan Fanny yang notabene sudah menjadi pacar barunya. Hingga bel masuk berbunyi, Fanny tak kunjung menampakkan daun telinganya. Padahal Fierly dan Fonny ingin sekali menceritakan apa saja yang mereka lihat pagi ini. Akhirnya untuk menepis keingintahuannya mereka memutuskan untuk bertanya pada Fia dan Fanda waktu istirahat tiba.

“Fanda, Feni ke kantin bareng Framly ya?” tanya Fonny.

“Iya, emang kenapa? Loe nggak suka!” kata Fia judes.

“Bukannya mereka udah putus?”

“Hah? Putus? Mimpi loe?” kata Fanda kesal. “Kalo loe nggak suka dia, nggak usah bikin gosip nggak jelas deh?”

“Loh, waktu Feni di sekolah dengan mata sembab dan wajah kusut menandakan mereka putus sehari sebelumnya?”

“Kata siapa? Waktu itu Feni lagi sedih. Nyokapnya masuk rumah sakit!”

“Hah?” Fierly begitu kaget.

“Jadi mereka belum putus?” Fonny memancarkan raut muka yang tak begitu beda dengan Fonny.

“Ya belumlah! Mereka itu pasangan yang tak terpisahkan!” ucap Fia.

“Udah lah, Fi. Nggak usah urusin mereka. Mereka itu cuma iri liat Feni dan Framly pacaran, terutama Fanny yang hari ini entah kemana!” kata Fanda.

Fia dan Fanda pun segera berlalu meninggalkan Fierly dan Fonny yang mukanya penuh tanda tanya. Mereka bingung harus mempercayai Fanny atau para punggawa Feni. Dan untuk menjawab semua tanda tanya dalam benak mereka, sepulang sekolah mereka mengunjungi rumah Fanny yang terletak di ujung gang.

%%%

“Fan, tadi kok nggak masuk sekolah?” tanya Fierly setelah ia dan Fonny dipersilahkan duduk.

“Ada acara. Sepupu aku menikah!” jawab Fanny seadanya.

“Ada berita heboh, Fan!” kata Fonny berapi-api.

“Framly masih jalan bareng sama Feni dan kata kaki tangan Feni mereka belum putus!”

“Apa?? Kurang ajar Framly! Katanya dia sudah tidak cinta lagi sama Feni!” Fanny naik pitam.

“Fan, bukan kami meragukan kamu. Tapi, apa benar loe udah jadian sama Framly?” tanya Fonny hati-hati.

“Iya, La. Masalahnya tadi Fia dan Fanda begitu meyakinkan!” kata Fierly menimpali.

“Oh, jadi kalian udah nggak percaya lagi sama aku.”

“Bukan gitu, Fan!” seru Fonny dan Fierly nyaris bersamaan.

“Kalau kalian tidak percaya, tanya aja langsung ke Framly.” Ujar Fanny kesal.

%%%

Hati-hati sekali Fierly dan Fonny menghindar dari Fanny. Hari ini mereka berniat menemui Framly untuk menanyakan secara langsung tentang sebuah kebenaran. Dan setelah memilih dan memainkan kata bersama Framly, akhirnya mereka menemukan titik terang namun belum bisa menghapus tanda tanya mereka. Mereka pun menemui Fanny untuk mencari jawaban akhir yang bisa mengubah tanda tanya menjadi titik.

“Kalian dari mana aja sih? Aku cariin dari tadi!” tanya Fanny yang begitu kesal pada kedua sahabatnya.

“Kami melakukan saran kamu, Fan!” kata Fonny.

“Kami menemui Framly!” timpal Fierly.

“Gimana? Kalian percaya aku kan?”

“Gue heran, Fan! Kata Framly, hubungannya dengan Feni baik-baik aja! Mereka belum putus.” Cerita Fierly.

“Dan Framly juga menyangkal pernah nembak kamu. Itu artinya loe bukan pacar Framly dan pacar Framly masih Feni.”

“Hah??? Masa sih?” Fanny begitu syok. “Jangan-jangan.....”

“Jangan-jangan apa, Fan?” tanya Fierly dan Fonny bersamaan.

“Jangan-jangan yang aku ceritakan ke kalian itu, hanya sebuah ilusi yang mengantarku ke alam mimpi, sebelum aku terlelap dalam tidurku!”

“Apa??” teriak Fonny dan Fierly kompak. “O Fanny!!”

tHe_End

19/05/10

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.